Rabu, 14 November 2012

MEWUJUDKAN KADER INTELEKTUAL PROFETIK (Profil Kader Ikatan & Intelektual Profetik)




A.    Landasan ilahiah
1.      QS. Ali Imron: 110
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Tuhan” (QS. Al Imran:110). Penciptaan manusia dimaksudkan untuk dapat menjadi khalifah yang dapat menjaga harmoni alam. Misi khalifah dalam kehidupan dunia salah satunya adalah untuk dapat menyuruh yang baik dan mencegah yang mungkar dalam rangka beriman kepada Allah sang Pencipta.
Pada awal penciptaan manusia, sempat terdapat keraguan diantara malaikat tentang eksistensi dari khalifah ini. Fenomena tersebut tertuang dalam Surat Ali Imron: 30 yang menyebutkan: “Mereka berkata berkata (para malaikat) apakah Engkau akan menciptakan di bumi orang yang senang berbuat kerusakan dan menumpahkan darah. Allah menjawab sesungguhnya Aku lebih tahu apa yang kamu tidak ketahui” pada ayat diatas keraguan itu langsung dijawab Allah dengan sifat Kemaha-tahuan dari keagungan-Nya dengan kalimat inni a’lamu ma laa ta’lamuun. Sehingga dapat dapat diambil kesimpulan bahwa kehadiran manusia sebagai khalifatullah fil ard adalah tanda dari Kemaha-tahuan dan Keagungan Allah SWT.
Kata Umat dari surat Ali Imron: 110 mengindikasiakan perlunya satu kelompok, perkumpulan atau organisasi yang mengemban misi kekhalifahan. Yang mana, kerja kolektif menjadi prioritas dalam mengemban misi tersebut untuk menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dalam rangka beriman kepada Allah SWT. Sifat dari amar ma’ruf nahi munkar ini bersifat perennial untuk menjaga dinamisasi dalam cosmos. Sebab, tanpa adanya upaya tersebut kehidupan makhluk di dunia akan mengalami kehancuran.
Semangat surat Ali-Imron:110 tersebut menjadi landasan DPD IMM DIY untuk menggagas Grand Design Pengkaderan berbasis kenabian. Insya Allah, konsep ini akan dijadikan sebagai rujukan kader dalam melaksanakan setiap kegiatan pengkaderan di Yogyakarta. Dimana tujuannya diarahkan pada terbentuknya kader yang memiliki kompetensi sebagai khalifah Allah di bumi.
2.      Surat Al Alaq:1-5
Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhan yang menciptakan, dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhanmu yang paling pemurah, yang telah mengajarkan manusia dengan perantara kalam, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui.” (QS. Al Alaq:1-5). Surat Al Alaq merupakan 5 ayat pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW dengan perintah untuk membaca. Membaca disini merupakan hal pertama yang dikenalkan Tuhan kepada manusia. Membaca dalam ayat tersebut memiliki arti yang luas. Disamping perintah untuk membaca ayat-ayat Qouliyah, membaca disitu juga dimaksudkan untuk mengamati ayat-ayat kauniyah yakni alam dan segala isinya.  Dengan membaca tanda-tanda (Qur’an, alam dan manusia sendiri) diharapkan manusia dapat mengenal dan menghayati eksistensi Tuhannya.  Membaca merupakan sarana pembelajaran manusia untuk dapat mendalami kualitas dirinya sehingga ia dapat menjaga perannya sebagai khalifah di bumi. Anjuran membaca yang tertuang dalam kata iqro’ bersifat edukatif. Yang mana pendidikan menjadi anjuran utama dalam membentuk kesempurnaan diri. Adapun kalimat bis ismi robbikal lazii kholak  menuai makna trasendensi yang menjadi penopang segala aktifitas makhluk.  Pendidikan dengan aktifitas membacanya merupakan hal penting bagi umat manusia dalam melakukan aktivisme sejarah. Nilai Trasendental dari ayat ini sekaligus menjadi potensi intelektual manusia.

3.      Surat Al Ama’un: 1-7
Artinya: “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama, itulah orang-orang yang telah menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, maka celakalah bagi orang yang sholat, nyaitu orang yang lalai dari sholatnya, orang yang telah berbuat riya, dan enggan menolong dengan barang yang berguna.” (QS. Al Maa’un:1-7) 
Surat Al mau’un dalam pengurainnya merupakan semangat yang dibawa oleh agama Islam sebagai praksis sosial di tengah arus peradaban manusia. Dalam surat ini Allah menyebutkan secara spesifik salah satu ciri orang yang mendustakan agama. Yakni yang menghardik anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin. Dimana ayat itu mempertegas muatan sosial di dalam kandungan Islam.
Penyebutan kata sholat pada kebanyakan ayat-ayat al-Qur’an selalu dilekatkan dengan kata aqoma atau qooma dalam berbagai berbentuknya yang berarti menegakkan, mendirikan, melaksanakan atau mengerjakan. Dalam surat al-Maa’uun ayat 4 kata sholat tidak dikaitkan dengan kata tersebut, apakah dalam ayat atau pun dalam surat al-Maa’uun secara keseluruhan. Menurut beberapa ahli tafsir ada maksud tertentu kenapa kata sholat tidak bertemu kata dengan aqoma atau qooma pada ayat tersebut. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah mengatakan; dikaitkannya kata qooma dengan sholat dalam beberapa ayat al-Qur’an menunjukkan pada makna sholat secara kuantitatif yakni sebagai ritual agama. Sedangkan kata sholat dalam surat al-Maa’uun mengindikasikan pada arti sholat secara kualitatif.
Maksud dari arti sholat secara kualitatif adalah fungsi sholat sebagai transformasi sosial. Dimana sifat sholat sebagai pencegah perbuatan keji dan munkar harus benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Sehingga setiap upaya kejahatan sistematis yang menindas kaum mustadh’afiin dapat terelakkan. Hal ini yang menjadikan transendensi sebagai bagian yang menjiwai humanisasi dan liberasi. Kesadaran yang dibangun dalam ayat ini adalah teologi sebagai praksis sosial dalam melakukan transformasi peradaban umat.
Surat ini jugalah menjadi pedoman KH. Ahmad Dahlan dengan lembaga yang didirikannya Muhammadiyah. Ada kisah menarik ketika sang kyai mengajarkan surat ini. Ceritanya beliau mengajarkan surat ini berulang-ulang kepada muridnya. Suatu saat muridnya menanyakan; “kenapa setiap hari kami belajar surat ini saja sedangkan masih banyak surat yang lain? Ia menjawab, tujuan surat ini adalah amal, maka sebelum mengamalkan apa yang diperintahkan oleh surat, selama itu beliau tidak akan berhenti mengajarkannya.”

B.     Intelektual Profetik (IP)
1.      Intelektual
Alkisah Tancha seorang ilmuan dan tabib dari kerajaan Majapahit. Ia mengabdi kepada kekuasaan, bersembunyi dibalik jubah kekuasaan dengan ilmu di tangannya. Dengan ilmunya, Tancha justru telah merintangi orang untuk mendekatkan dirinya dengan masyarakat tempat dia hidup. Pengetahuan di tangan Tancha hanya menjadi alat untuk mengejar gairah duniawi kekuasaan ataupun status sosial. Menurut Benda dalam bukunya Penghianatan Kaum Cendikiawan bahwa yang dilakukan Tancha sesungguhnya telah mengkhianati fungsinya sebagai cendekiawan. Ia tidak dapat bersikap kritis tetapi telah menjadi penganut kekuasaan. Seharusnya cendikiawan membawa manusia pada pemahaman yang dalam terhadap penderitaan batin masyarakat. Kecendikiaan hadir dalam penghayatan penderitaan manusia atas penderitaan lainnya. Tetapi itu saja belum cukup bila tidak bergerak untuk kerja-kerja penyadaran dan mengarahkan tujuan dan cita-cita mereka. Bagi kuntowijoyo cendikiawan bukanlah sosok yang berjalan diatas mega, pemikirannya melangit, tinggal dimenara gading, tetapi cendikiawan adalah pemikir yang tidak tercerabut dari  akar-akar sosialnya, yang menginjakan kaki dibumi dan memiliki kesadaran akan tanggung jawab sosial untuk memusnakah kejahatan, kepedulian terhadap kaum dhu’afa, orang lemah, membela kaum mustad’afin, tertindas, orang yang dilemahkan oleh struktur kekuasaan yang dholim atau dipinggirjkan oleh sistem ekonomi yang tidak adil. Ali Syatiati menyebutnya dengan raushanfikr orang yang mampu memunculkan tanggiungjawab dan kesadaran dalam dirinya , serta memberi arah intelektual ke masyarakat. Tujuan dan tanggung jawab utamanya adalah untuk membangkitkan karunia Tuhan yang mulia menyatu dengan kesadaran dirimelakukan transformasi sosial bersama masyarakat. Lontaran apa yang dilakukan oleh kaum cendikiawan menurut Mulim Abdurrahman dalam bukunya Islam Transformatif adalah membangun suatu gerakan-gerakan yang setia terhadap nilai-nilai luhur untuk membangun sejarah kemanusiaan dalam rangka membangkitkan karunia Tuhan dalam bumi. Seorang cendidkiawan merupakan penafsir jalan hidup manusia selalu melaklukan transformasi terhadap tradisi yang ada. Cendikiawan pada dasarnya ada pekerja-pekerja budaya yang selalu berupaya agar kebudayaan berkemabang menjadi suatu yang lebih beradab, sesuai dengan tuntunan zaman berdasarkan nilai-nilai Ilahi. Pangkal atau titik tolak cendikiawan kegeliahan dan keprihatinan intelektual yang didasari kesadran nilai-nilai agama. Kesadaran tersebut merupakan selaras dengan keprihatinan yang dimiliki oleh para nabi, mujtahid, yang mempertanyakan keharusan teologis yang terpantul dalam realitas sosial.

2.      Profetik
Asal dari kata profetik berasal dari kata prophet yang berarti nabi. Kata profetik juga menjadi icon dalam perjuangan pembebasan yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan Amerika Latin. Filosof muslim M. Iqbal (turut mempengaruhi pemikiran seorang  pengagas ilmu sosial profetik Indonesia Kuntowijoyo selain Roger Goraudy) pernah mengatakan; mengutip dari perkataan Abdul Quddus seorang mistikus Islam dari Ganggah “Muhammad dari jazirah Arab ke Mi’raj, ke langit yang setinggi-tingginya dan kembali. Demi Allah aku bersumpah, jika sekiranya aku sampai mencapai titik itu, pastilah sekali-kali aku tidak akan kembali lagi ke bumi.” Dari ungkapannya, kelihatannya Sang mistikus tidak memiliki sense sosial, baginya keasyikan dan keterlenaan dalam pengalaman mistik adalah tujuan, sehingga ia tidak hendak kembali melihat realitas dan menghadapi kenyataan. Nabi adalah seorang manusia pilihan yang sadar sepenuhnya dengan tanggung jawab sosial. Ia bekerja kembali dalam lintasan waktu sejarah, hidup dengan realitas sosial kemanusian dan melakukan kerja-kerja transforamsi sosial. Seorang nabi datang dengan membawa cita-cita perubahan dan semangat revolusioner.  Roger Garaudy dalam bukunya Janji-Janji Islam mengatakan menurutnya filsafat barat tidak memuaskan dikarenakan hanya terombang-ambing antara dua kutub idealisme dan materialisme tanpa kesudahan. Menurutnya filsafat barat justru telah membunuh Tuhan dan manusia, karena itu ia menganjurkan untuk memakai filsafat kenabian dalam rangka menghindari kehancuran peradaban.

3.      Intelektual profetik (IP)
Istilah intelektual profetik dimaksudkan sebagai mereka yang memiliki kesadaran akan diri, alam dan Tuhan yang menisbatkan semua potensi yang dimiliki sebagai pengabdian untuk kemanusiaan dengan melakukan humanisasi, liberasi, dijiwai dengan transendensi di semua dimensi kehidupan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

C.    Sejarah Intelektual Profetik
Dalam sosiologi pengetahuan disebutkan bahwa pengetahuan dilahirkan tidak lepas dari konteks kelahirannya, konteks kelahiran tersebut tertuang dalam sejarah dan mempengaruhi munculnya gagasan. Begitu juga dengan istilah Intelektual Profetik merupakan satu istilah yang lahir bukan hanya kebetulan saja, tetapi memerlukan proses panjang dari pergulatan wacana di tubuh IMM DIY. Gagasan Intelektual profetik lahir diawali dari pembacaan terhadap realitas dunia yang sangat mengkhawatirkan. Dimana berbagai tipologi intelektual belakang ini justru semakin menjerumuskan manusia ke dalam jurang materialisme yang tidak berkesudahan sedangkan masyarakat bersifat berbudaya instan dan pragmatism. Globalisasi yang diiringi dengan kemajuan teknologi telah melahirkan kejahatan teknologi yang menyebabkan dehumanisasi. Kebudayaan pragmatis tersebut masuk dalam relung kehidupan sebagai gambaran pengusaha dalam menjalankan menegement suatau perusahaannya. Ia akan menganggap manusia seperti mesin yang harus bekerja sesuai target tidak mempertimbangkan sisi dimensi manusia yang lain. Globalisasi dari konteks kelahirnya merupakan perpanjangan tangan dari kapitalisme dengan sistem neoliberalisme yang segala sesuatunya dalam kebijakan harus sesuai dengan hukum pasar. Globalisasi merupakan alat yang digunakan oleh barat dalam rangka melakukan penjajahan dari negara-negara yang berkembang. Negara berkembang disini hanya dijadikan sebagai tempat penjualan dan menjadikan pemerintah menjdi buruh dinegeri sendiri. Kemajuan teknologi yang menjadikan manusia bersikap serakah dan selalu merasa kekuaran dalam fasilitas hidupnya, kita dapat melihat kejahatan yang dilakukan oleh teknologi yang berdampak pada kerusakan alam dan hilangnya sistem ekologi dari alam yang tersusun rapi. Sekarang ini sering didengar bahwa bencana melanda negara Indonesia akibat sikap yang tidak arif terhadap alam seperti kekeringan dan bencana banjir.
Dari berbagai segudang permasalahan ini yang menyebabkan terjadinya ini semuanya adalah manusia yang tidak menyadari keberadaanya. Dalam realitas sekarang masalah yang besar adalah peristiwa dehumanisasi yang melanda berbagai belahan dunia yang diakibatkan sistem makro yang membelenggunya. Sistem makro yang telah dibuat manusia telah menjadi sangkar besi rasionalism yang menjadikan dehumanisasi pada manusia, alam, dan masyarakat. Dari realitas sekarang yang menindas, maka IMM menggali dri dalam rangka menemukan pemecahan terhadap berbagai persolan tersebut.  Potret realitas maka menjadi pilihan yang mutlak dalam rangka melakukan transformasi sosial. Tranformasi sosial itu yang ter-ilhami dari surat Al Imran ayat 110 “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Tuhan” (QS. Al Imran:110). Pesan yang terkandung dari ayat tersebut memberikan semangat etika profetik sebagai sarana transformasi sosial, sebagaimana keterlibatan manusia dalam sejarah dan untuk merubah sejarah yang menindas menjadi masyarakat yang berkeadilan tanpa penindasan.
Istilah intelektual profetik teman-teman IMM terpengaruh oleh berbagai macam tokoh yang konsens dalam pengkajian yang bersifat transformasi sosial. Tokoh muslim yang sangat mempengaruhi adalah Kuntowijoyo tentang gagasan etika profetiknya. Sedangkan tokoh muslim yang lain sangat mempengaruhi adalah ‘Ali Syariati, M. Iqbal, Roger Garaudy, Mansour Fakih, Muslim Abdurrahman, Hasan Hanafi, Farid Essack, Ali Asghar E, dan tokoh yang lain yang mengembangkan wacana bersifat praksis. Sedangkan untuk tokoh yang berasal dari barat Karl Max, GFW. Hegel, Jurgen Habermas, Antonio Gramci, Ardorno, Herbert Marcus, Paule Freire dan tokoh yang lain yang bersifat transformasi sosial. Tokoh-tokoh tersebut yang menjadikan ispirasi terhjadap melihat realitas dan bagaimana cara mengubah realias sehingga sesuai dengan cita-cita profetik.

D.    Kenapa Intelek Profetik
Pilihan sadar dari teman-teman IMM DIY memunculkan istilah Intelektual Profetik secara sosiologis terbagi menjadi tiga macam. Pertama merupakan respon terdap realitas makro yang menyebabkan dehumanisasi. Kedua respon terdapat diri (internal) IMM yang membutuhkan paradigma gerakan dalam rangka melihat realitas sosial. Ketiga adalah respon dari Muhammadiyah yang sering terjebak pada amal usaha sehingga menafikan sejarah Muhmmadiyah lahir. Muhammadiyah terjebak dalam ritualitas, birokratis, pragmatis sehingga Muhammadiyah menjadi sangkar besi rasionalisme. Dari ketiga persolan tersebut menjadikan pilihan yang sadar dilakukan oleh IMM dalam rangka melakukan trasformasi sosial.  Semangat trasformasi yang dilakukan oleh IMM didasari nilai-nilai trasendensi yang bergerak dalam ranah humanisasi, dan liberasi dalam masyarakat demi terciptanya masyarakat yang berkeadilan.  Pilihan Intektual Profetik dalam ikatan merupakan pilihan sadar pengembangan dari dialektika realias, realitas makro dan realitas lokal.
a.      Realitas Diri atau Ikatan.
Realitas diri merupakan upaya yang penting dalam menuntukan sikap dan tindakan yang akan dilakukan. Sebagaimana yang melekat pada manusia sebagai animal rational maka tindakan yang diolakukan berdasarkan pemikiran yang matang dan melalui pertimbangan untuk memutuskan. Begitupula, realitas kader yang menisbatkan diri sebagai Intelektual Profetik merupakan pilihan yang sadar dalam menyikapi diri, sebagai mahluk Tuhan, sebagai manusia yang berdimensi sosial, diri sebagai mahluk yang berfikir, diri sebagai mahluk biologis dan diri sebagai khalifah dimuka bumi penggati Tuhan dalam mensejahterahkan alam dalam rangka mengabdikan diri terhadap Tuhan. Dalam realitas diri ini merupakan dialektika dengan agama dimana dalam pehaman agama bersifat inklusif, toleran dan bersifat praxis dalam rangka melakukan transformasi sosial. Pemahaman keagamaan ini merupakan pilihan sadar setelah dilaektika diri dengan agama, serta ilmu sosial yang bersifat liberatif untuk mencoba membantu dalam memahami ajaran agama. Realitas diri dalam memahami ajaran agama yang menjadikan inspirasi tentang tafsiran Kuntowijoyo dalam melakukan interpretasi terhadap surat Al Imron ayat 110. Makna yang dapat dipetik dalam surat tersebut adalah; pertama konsep umat terbaik, kedua aktivisme sejarah (kesadaran sejarah), ketiga pentingnya kesadaran, keempat etika profetik.
Konsep tentang umat yang terbaik (the chosen people) merupakan hal yang penting. Sebagai syarat umat Islam menjadi umat yang terbaik adalah mengerjakan amar al-ma’ruf, nahi al-munkar, dan tu’minuna bi allah. Berbeda juga dengan konsep the chosen people agama Yahudi yang menjadi menjadi mandat kosong yang menyebabkan rasialisme sedangkan untuk konsep Islam merupakan tantangan untuk kerja keras, kearah aktivisme sejarah. Aktivisme sejarah dalam agama Islam adalah agama amal. Maka bekerja keras ditengah-tengah umat manusia (ukhrijat li an-nas) dan agama Islam memiliki kesadaran sejarah dan berupaya merubah sejarah atau keterlibatan dalam sejarah. Kesadaran yang berada dalam Islam adalah kesadran nilai-nilai Ilahiah dalam sejarah. Kesadaran yang dimiliki Islam kesadaran super struktur menentukan struktur yang berlawanan dengan kaum marxis  bahwa super struktur ditentukan oleh struktur. Tetapi kesadaran yang dimiliki Islam yang membedakan dengan etika matrialism karena yang menentukan kesadaran bukan individu tetapi Tuhan. Etika profetik baerlaku secara umum tetapi sesuai dan melaksanakan ayat tersebut yang memberikan perintah untuk amar al ma’ruf (humanisasi), nahi al-munkar (liberasi) dan tu’minuna bi allah (trasendensi).     
Ajaran agama yang diajarkan kepada pemeluknya merupakan ajaran yang kurang sesuai dengan realitas dikarenakan lebih bersifat dimensi Ilahiah kurang menamkan dimensi sosial. Pelaksanaan ajaran agama sebagai gamabaran dalam ajaran agama Islam perintah ke Tuhan memililiki dimensi sosial sebagai contoh sholat, zakat, dan puasa.  Sebagaimana dikemukakan oleh M. Iqbal dalam bukunya The Reconstruction of Religious Thought in Islam, sholat yang dicapai secara sempurna adalah berjamaah, dan semua semangat sholat sejatinya adalah sosial. Begitupula dengan nilai ibadah zakat dan puasa merupakan lebih kental dalam nilai kemanusian. Sebagaimana yang diutarakan oleh Kuntowijoyo dalam bukunya Identitas Politik Umat Islam yang mencoba melakukan objektifikasi terhadap ayat yang berada dalam al Qur’an seperti persoalan zakat. Zakat yang nilai ibadahnya diberikan kepada orang lain tidak mampu yang seagama itu masih bersifat subjektif maka makna zakat harus diobjektifkan agar dapat diterima oleh siapa saja. Maka Kunto menawarkan persolan zakat untuk mengatasi kemiskinan dan yang menerima zakat siapa saja yang membutuhkan bukan hanya seagama, dengan demikian menjadikan ajaran agama bersifat objektif. Dengan semangat yang mencoba menggali nilai-nilai agama, maka diharapkan agama dapat bersifat liberatif dan mencerahkan dalam melakukan transformasi sosial. Dialektika diri agama serta alam yang mejadikan sikap diri dengan alam merupakan subjek yang kedudukannya sama dengan manusia dalam mengabdikan diri terhadap Tuhan. Alam yang selama ini dianggap objek  oleh manusia menjadikan manusia bersifat eksploitatif terhadap alam.
Begitupula, dengan diri atapun ikatan yang mencoba menisbatkan diri dengan sadar menggunakan istilah intelektual Profetik merupakan tugas yang berat dalam mewujudkan cita-cita menjadi suatu kenyataan dalam rangka menciptakan meminjam istilah Glen Fredly “surga dibumi”. Dialektika diri dengan agama menjadikan semangat pembebasan yang bersifat dari yang tuhan-tuhan kepada Tuhan yang Esa dan bersifat sosial kemasyarakat. Dialektika tersebut,  menjadikan posisi agama dalam diri kader yang menjelama menjadi kesadaran kolektif dalam ikatan menjadikan suatau gerakan transformasi sosial dalam mewujudkan masyarakat yang berkeadilan yang dilakukan oleh IMM.  Dari pelaksanaan agam ini, menjadikan Islam yang tertuang dalam teks dapat disuarakan dalam menjawab dan merespon realitas sehingga Islam dapat menjadi rahmat yang dapat diterima oleh siapa saja dan universal dalam ajarannya.

b.      Realitas Makro
Realitas makro merupakan suatu hal yang penting dalam melakukan pemetaan terhadap realitas, dan apa yang akan dilakukan setelah mengetahui realitas makro tersebut. Sebagaimana semangat yang diemban oleh intelektual profetik adalah aktivisme sejarah bukan detisministik dalam sejarah. Aktivisme dalam sejarah ini menjadikan kita berupaya melakukan perubahan terhadap sejarah sehingga berpihak kepada kemanusiaan dan tidak digunakan oleh kepentingan kekuasaan sehingga dapat menina bobokan masyarakat sehingga masyarakat tidak dapat bersikap kritis terhadap suatau persoalan.
Dalam realitas makro sekarang merupakan skenario global dari dunia modern untuk menjajah secara multi dimensi kepada negara-negara miskin. Penjajahan yang dilakukan oleh dunia modern dengan menggunakan perangkap globalisasi dengan cara perdagangan bebas yang dikampanyekan oleh lembaga keuangan internasional. Perangkap yang digunakan untuk negara berkembang dengan menggunakan istilah developmentalisme yang diterapkan oleh negara Indonesia Dengan menggunakan istilah pembangunan. Seperti yang telah dikemukakan oleh Mansour Fakih dalam bukunya Runtuhnya teori Pembangunan dan Globalisasi  bahwa pembangunan yang selama ini diterapkan menggunakan sistem pembangunan yang tersusun secara sistematis membawa ke perekonomian bangsa ini dibawa ke perekonomian liberal. Dana pembangunan yang digunakan oleh pemerintah Indonesia adalah menggunakan dana pinjaman luar negeri yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, IMF dan yang lain. Pinjaman tersebut yang diberikan oleh lembaga keuangan internasional ini menjadikan kebijakan pemerintah terpengaruh oleh kebijakan lembaga keuangan internasional.  Kebijakan yang diambil oleh pemerintah ini menjadikan dalam keputusannya tidak berpihak pada kepentingan keadilan tetapi untuk kepentingan pemodal. Seperti kebijakan yang dikeluarkan oleh negara melakukan privatisasi perusaan negara yang bermanfaat untuk publik di jual kepada negara yang maju.
Kemudian yang menjadikan suatu persoalan dengan tumbuhnya investasi dengan modal asing ini perusahaan-perusahaan raksasa milik asing beroprasi di negara dan rakyat menjadi buruh dalam perusahaan tersebut. Buruh diberlakukan dengan tidak adil oleh pimpinan dikarenakan yang berhak menentukan kebijakan suatu perusahaan adalah pemodal sedangkan pemodalnya orang asing sehingga tidak memihak kepada orang yang termarginalkan.  Pembangunan pabrik-pabrik yang dilakukan oleh negara dengan tidak memperhatikan lingkungan dan dari pihak perusahaan yang tak memperhatikan dalam pembuangan limbahnya sehingga dari pembangunan prabrik dan pembuanmgan limbah telah merusak ekologi. Kerusakan ekologi dilakukan oleh prabrik dengan tidak memperhatikan standar bahan kimia yang digunakan dan pada saat pembuangan ini menjadikan lingkungan tercemar oleh racun kimia. Kerusakan alam oleh bahan kimia ini berdampak besar bagi manusia yang memanfaatkan lingkungan sehingga yang dilahirkan adalah generasi yang cacat.
Pada bidang pendidikan lembaga pendidikan negara diprivatisasi sehingga biaya pendidikan mahal dikarenakan tanpa subsidi oleh pemerintah. Pendidikan yang diajarkan dalam kurikulum sekolah yang diajarkan tidak mencerdaskan diakarekan siswa yang dididik menggunakan pendekatan yang konservatif, lemahnya praktek selalu dijejali dengan teori serta hilangnya transfer nilai dan etika dalam sekolah sehingga yang terjadi dehumanisasi di lingkungan sekolah. Bangsa dunia ketiga dengan berdirinya perusahaan asing dan terjadinya perdagangan bebas ini menjadikannya menjadi negara pasar. Negara pasar ini menjadikan negaranya hanya menjual produks-produks luar negeri yang dikonsumsi masyarakatnya.  Masyarakat memiliki mental konsumeristik, pragmatis dan budaya instans dikarenakan ketidaksiapan sumber daya manusia dalam rangka menghadapi persaingan bebas dikarenakan kejahatan yang terstruktur. Dengan kebijakan pasar bebas ini menjadikan negara dunia ketiga ini menjadi glandangan di kampung sendiri (meminjam istilah Cak Nun), budak dalam negara dan negaranya terpecundangkan oleh kaum kapitalis. Semua cara di lakukan oleh negara maju guna mencukupi kebutuhan industrinya.    
Realitas makro yang diakibatkan oleh globalisasi yang digulirkan pada negara berkembang ini memiliki dampak yang sangat besar dimana terjadinya dehumanisasi dan kerusakan alam guna memenuhi kebutuhan negara maju. Dehumanisasi ini makin banyaknya jumlah kaum miskin baik diperkotaan atapun di pedesaan, serta banyak lingkungan lam yang rusak ekologisnya yang dilakukan oleh manusia. Akibat dari globalisasi ini menjadikan negara dan pemerintah menjadi kaki tangan kepentingan neoliberal yang mementingkan kaum pemodal.dengan mengetahui reliatas makro melalui globalisasi ini menjadikan mengetahui berbagai macam persolan yang menjadi tugas yang harus di emban oleh intelektual profetik dalam melakukan transformasi sosial. Kesadaran dari Intelektual Profetik adalah untuk merubah sejarah bukan ikut dalam sejarah.

c.       Realitas Lokal
Realitas lokal ini merupakann berkelindan dengan realitas makro yang diakibatkan oleh globalisasi. Gamabaran tentang realitas lokal ini disamping bentuk perlawanan terhadap globalisasi jaga ada yang rusak di akibatkan oleh globalisasi. Globalisasi yang memasuki relung jiwa dan menempati tempat yang terngiang dalam waktu ini telah merubah dan kerusakan alam dalam berbagai daerah. Industri yang masuk dalam daerah pedalaman menjadikan msayarakat lokal kehilangan eksistensi sehngga mereka melakukan perlawan terhadap kebijakan yang diambil oleh negara. Realitas lokal merupakan suatu bentuk kearifan lokal yang dimiliki oleh suatu daerah atapun tempat dalam menangangi suatu permasalahan  tanpa kita berhak menyalahkannya dan menggunakan cara-cara modern. Seperti misalkan bentuk kearifan lokal yang dimilki oleh masyarakat pedalaman dalam memelihara hutan dan melakukan penebangan pohon mereka memiliki ciri khas dengan manusia yang dari luar Dayak. Bagi masyarakat Dayak dalam sistem pertaniannya menggunakan sistem berpindah-pindah tetapi tidak penrnah terjadi kebakaran hutan. Kebakaran hutan terjadi akibat suatu kebijakan pemerintah tentang pembukaan hutan. Kearifan lokal dalam masyarakat Dayak mereka jika ingin menebang pohon di hutan harus memperoleh Ilham dan mendapatkan restu dari masyarakat dan meklakukan ritual upacara. Kearifan lokal juga dimilki oleh suku-suku yang lain pula seperti pada masyarakat Samin. Pada masyarakat Samin ini ketua suku menganjurkan pada anggota masyarakat untuk tidak menggunakan produk dari luar dan menolak pemerintah.  
Realitas lokal ini merupakan salah satu bentuk perlawanan yang dilakukan dalam rangka menyikapi globalisasi dan kebijakan pemerintah yang tak berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan. Pemaparan realitas lokal yang melakukan perlawan terhadap globalisasi menjadikan ia sebagai suatau gerakan sosial yang spesifik dan sesuai dengan keahliaanya dan kepentingannya. Gerakan sosial yang dilakukan oleh realitas lokal dalam menghadapi globalisasi merupakan salah satu bentuk gerakan sosial baru. Gerakan sosial baru merupakan resistensi terhadap globalisasi dengan bentuk perlawanan dengan spesifikasi seperti gerakan masyarakat adat, gerakan anti utang, gerakan lingkungan dan yang lain.

d.      Tugas yang di Emban Oleh Intelektual Profetik
Tugas utama yang diemban oleh seorang intelektual adalah untuk merubah dunia bukan hanya menginterpretasi dunia. Sifat intelektual tersebut yang menjadikan ia bersikap aktif dalam sejarah dan melakukan pembenahan terhadap realitas sosial yang melakukan dehumanisasi dan eksploitasi terhadap alam. Setiap apa yang dilakukan oleh intelelektual profetik adalah sesuai dengan maqasid as-syaria’ah yang terdiri dari agama, jiwa, keturanan, harta akal dan ekologi. Sifat yang dibawa oleh intelektual profetik adalah agama untuk kemanusiaan dan menjadikan agama pemecahan persolan-persolan sosial empisis, dalam bidang sosial, ekonomi pengembangan masyarakat, penyadaran hak-hak politik rakyat dan mengeluarkan belenggu manusia dan masayarakat dari ketidakadilan. Proses transformasi sosial yang dilakukan sesuai dengan tiga pilar dalam etika profetik nyaitu; humanisasi, liberasi dan trasendensi. Pilar dalam etika profetik.
1.      Humanisasi
Humanisasi merupakan terjemahan yang kreatif dari amal ma’ruf  yang memiliki makna asal menganjurkan atau menegakkan kebaikan. Amar ma’ruf meliki tujuan untuk meningkatkan dimensi dan potensi positif manusia, yang membawa kembali pada petunjuk ilahi untuk mencapai keadaan fitrah. Fitrah adalah keadan dimana manusia memiliki kedudukan sebagai mahluk yang mulia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya atau dengan bahasa mudahnya memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia adalah menghilangkan bebendaan, ketergantungan dan kekerasan, serta kebencian dari manusia. Humanisme yang ditawarkan adalah humanisme teosentris bukan humanisme atroposentris seperti barat. Konsep humanisme tidak dapat dipahami tanpa konsep trasendensi yang menjadi dasarnya. Humanisme yang berasal dari barat yang dalam sejarahnya merupakan pembrontakan terhadap gereja yang bersifat dogmatis pada abad pertengahan. Dari atoprosentrisme menjadikan mansuai yang berkuasa atas dirinya sendiri dan sebagi pusat dunia, serta cukup dari diri manusia. Akal yang dimiliki oleh manusia menjadi penetu dan bertindak tidak sesuai dan menyebabkan kerusakan pada alam raya. Dari sifat tersebut menjadikan mansuia sebagai raja atas manusia yang lain. Dalam sejarah akal yang etrjadi adalah sejarah kekuasaan dan eksploitasi alam tanpa batas. Hamanisme atroposentris ini menjadikan manusia telah ‘membunuh Tuhan’ sebagaimana yang dikatan oleh Francis Bacon dikarenakan pengetahuan bukannya untuk mencarai kebenaran tetapi untuk mencari kekuatan dan kekuasaan. Humanisme atroposenstris yang memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia telah terjatuh pada dehumanisasi. Humanisme teosenris Kunto berangkat dari konsen iman dan amal sholeh, yang dapat menghindari manusia jatuh pad dehumanisasi. Iman sebagai konsep teosentrin yang menjadikan Tuhan sebagai konseppengabdian. Amal sebagai aksi manusia dalam kemanusiaan. Konsep tersebut iman tidak dapat dipisahkan dengan amal, artinya manusia harus memusatkan diri pada Tuhan dan memiliki tujuan untuk kepentingan manusia. Humanisme teosentris  kemanusia tidak semata dikur oleh akal tetapi oleh trasendensi. Konsep humanisme yang telah dilontarkan oleh Kunto dalam ISP merupakan berparadigma fungsional.

2.      Liberasi
Liberasi merupakan terjemahan dari nahi munkar yang memiliki arti melarang atau mencegah segala tindakan kejahatan yang merusak. Liberasi memilki arti pembebasan terhadap yang termarjinalkan. Liberasi yang mengilhami Kunto adalah liberasi dalam kontek Marxisme, teologi pembebasan Amerika Latin dan liberasi yang ditawarkan oleh Kunto adalah liberasi dengan disari nilai-nilai trasendensi.liberasi dalam kerangka profetik untuk membebaskan manusia dari kekejaman kemiskinan, dominasi struktur, kekerasan dan menolak konservataisme dalam agama. Liberasi dalam kontek profetik menjadikan agama sebagai nilai-nilai trasendental yang menjadi alat tranformasi sosial sehingga agama menjadi ilmu yang objhektif dan faktual. Liberasi bukan hanya dalam dataranmoralita stetapi dilakukan secara konkreat dalam realiats kemanusiaan. Kunto menawarkan kontek yang dileberasikan adalah sistem pengetahuan, sistem sosial, sisten ekonomi dan sistem politik yang membelenggu manusia sehingga ia dapat mengktualisasikannya dirinya sebagai mahluk yang merdeka dan mulia. Liberasi dari sistem pengetahuan manusia yang matrialistik dan dominasi struktur. Kesadaran dari Marxisme adalah kesadaran kelas, kesadaran deterministik atau materi. Bagi Kunto kesadaran menentukan basis materi. Liberasi dalam kontek ekonomi adalah menjembatani anatar yang kaya dengan yang miskin agar tidak terjadi ketimpangan yang jauh.liberasi ekonomi memiliki tujuab terciptanya ekonomi yang berkeadilan berpihak pad kaum miskin. Liberasi sistem politik membebaskan sistem politik adari diktator, potoriterianisme, dan neofeodalisme, haltersebut menjadikan demokrasi dan HAM yang terciptannya masyarakat yang berkeadilan. Konsep liberasi yang diinginkan oleh Kunto bercorak marxian atau melakukan liberasi menggunakan kekerasan tak fungsional dalam memandang realitas sosial. 
      
3.      Transendensi
Trasendensi merupakan terjemahan dari tu’minuna bi Allah yang berarti beriman kepada Allah. Gagasan ini merupak yang menjiwai sehingga dalam proses humanisasi dan liberasi dibelenggu trasendensi. Proses memanusikan manusia dan melakukan proses pembebasan merupakan sarana dan kembali pada Tuhan. Proses liberasi dan humanisasi memiliki tujuan akhir dikarenakan Tuhan. Transendi tersebut merupan respon terhadap ilmu sosial yang selama ini bercorak positivistik menafikan hal yang berkaitan dengan agama. Proses modernisasi yang dilakukan oleh bangsa barat yang cenderung menafikan agama menjadikan posisi agama termarginalkan. Tetapi ekses positif yang ditimbulkan oleh bangsa barat dengan melakukan modernisasi  mencarai alternatif berbagai pemecahan sosial yang menimpa barat dengan mencarai alternatif pada agama untuk menyelesaikan persoalan sosial. Trasendensi ketuhanan yang akan menunjung nilai-nilai luhur kemanuasiaan. Dengan kritik trasendensi kemajuan teknik dapat untuk mengabdi pada perkembangan manusia dan kemanusiaan  bukan kesadaran materialistik. Pemaknaan trasendensi dalam pemahaman Roger Garaudy; dengan trasendensi menghilangkan nafsu manusia yang serakah dan nafsu kekuasaan, memiliki kontinyuitas dan ukuran bersama Tuhan dan manusia, mengakuai keunggulkan norma mutlak diatas akal manusia. Trasedensi merupakan suatu penerapan yang baru dalam ilmu sosial, trasendensi menajdikan ilmu sosial yang bercorak agamis dan berdasarkan nilai-nilai al Qur’an. Kunto menginginkan bahwa al Qur’an sebagai penurunan teori ia mencontohkan dalam bukunya Sejarah Dinamika Umat Islam Indonesia, ia menginginkan al Qur’an mebagai grand teory dan ditrunkan menjadi midle teori dan ditrunkan lagi menjadi aplikatifnya. Oleh karena itu, Kunto menawarkan al Qur’an menjadi paradigma dalam melihat realitas dengan cara menjadikan al Qur’an  bersifat objektif di terima oleh semua golongan. Cara yang dilakukan oleh Kunto adalah melakukan objektifikasi terhadap al Qur’an. Ia memberikan gambaran tentang konsep zakat adalah tujuan utamanya untuk memberantas kemiskinan, jadi zakat nilai objektif dari zakat adalah pemerataan ekonomi.

E.     Kompetensi Dasar Intelektual Profetik
Guna mengemban misi profetik: Humanisasi, liberasi, dan transendensi IP harus memiliki beberapa kompetensi dasar yang coba dipilah menjadi tiga basis: basis ideologis, basis pengetahuan (knowlegde), dan basis skill.
1)      Basis ideologis
a.       Islam sebagai basis nilai, ruh, semangat, tempat cita-cita disematkan dan sebagai pedoman.
b.      Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan Islam, salah satu entitas Islam obyektif dan real.
c.       IMM sebagai pilihan gerakan diranah juang kemahasiswaan.

2)      Basis knowledge 
a.       Tauhid; tauhid bagi IP adalah tauhid sebagai dasar atau basic empiris untuk melakukan praksis gerakan, tauhid disini bersifat liberasi dan bersifat humanisasi. Dimana dalam penggunaan tauhid ini yang etrjadi adalah pencerahan bukannya pembebalan dan revivalism.
b.      Manusia; manusia bagi IP adalah manusia yang melakukan pola transformasi sosial baik dilakukan pada alam ataupun manusia yang lain. Sikap kita terhadap manusia adalah melakukan humanisasi dan liberasi sesuai dengan semangat surat al imran:110. Sikap manusia dengan alam adalah ia sebagai khalifah  yang bertugas memelihara bumi dan menjaga kelestarian alam yang digunakan sebagai sarana untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
c.       Alam; alam bagi IP adalah sebagai subjek yang dipandang oleh manusia sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sebagai sarana pendekatan diri pada Tuhan. Sifat hubungan manusia dengan alam adalah menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam sehingga alam tidak rusak dan menimbulkan berbagai malapetaka buat manusia.
d.      Masyarakat; bagi IP adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai macam manusia yang memiliki kesadaran dan berupaya untuk melakukan perubahan sosial. Kesadaran dalam masyarakat adalah berdasarkan pada etika profetik yang mengupayakan terciptanan tatanan sosial yang berkeadilan, tanapa penindasan dan berdasarkan rahmat Ilahi.
e.       Disiplin ilmu kader; disiplin keilmuan kader merupakan modal bagi IP dalam melakukan transformasi sosial dan diaspora gerakan disemua dimensi kehidupan sesuai keahliannya.
  
3)      Basis Skill
a.       Kepemimpinan; kepemimpinan bagi IP adalah kepemimpinan yang memiliki karakter profetik yang mengupayakan transformasi sosial yang didasarkan pada praksis gerakan, kepemimpinan yang mampu membela yang termarginalkan dan menjadikan kedudukannya lebih baik sebagai upaya terciptanya masyarakat yang diidealkan.
b.      Komunikasi; komunikasi bagi IP adalah sarana untuk menuampaikan berbagai macam gagasan terkait misi profetik yang diemban. Komunikasi yang dapat dimengerti oleh yang menerima pesan tanpa kehilangan subtansinya dan dapat diterima oleh siapa saja. Komunikasi sebagai sarana pertukaran informasi maka yang inginkan bersifat sesusai dengan etika profetik yang melakukan tranformasi sosial demi cita-cita yang diidealkan oleh IP.
c.       Life Skill;  sangat dibutuhkan agar IP dapat hidup dimana saja secara mandiri tidak memiliki ketergantungan pada yang lain. Sikap ini merupakan wujud eksistensi manusia baik ia sendirian ataupun hidup berkelompok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar