A.
Landasan ilahiah
1.
QS. Ali Imron:
110
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar dan beriman kepada Tuhan” (QS. Al Imran:110). Penciptaan manusia
dimaksudkan untuk dapat menjadi khalifah yang dapat menjaga harmoni alam. Misi
khalifah dalam kehidupan dunia salah satunya adalah untuk dapat menyuruh yang
baik dan mencegah yang mungkar dalam rangka beriman kepada Allah sang Pencipta.
Pada awal penciptaan manusia, sempat terdapat
keraguan diantara malaikat tentang eksistensi dari khalifah ini. Fenomena
tersebut tertuang dalam Surat Ali Imron: 30 yang menyebutkan: “Mereka berkata
berkata (para malaikat) apakah Engkau akan menciptakan di bumi orang yang
senang berbuat kerusakan dan menumpahkan darah. Allah menjawab sesungguhnya Aku
lebih tahu apa yang kamu tidak ketahui” pada ayat diatas keraguan itu langsung
dijawab Allah dengan sifat Kemaha-tahuan dari keagungan-Nya dengan kalimat inni
a’lamu ma laa ta’lamuun. Sehingga dapat dapat diambil kesimpulan bahwa
kehadiran manusia sebagai khalifatullah fil ard adalah tanda dari Kemaha-tahuan
dan Keagungan Allah SWT.
Kata Umat dari surat Ali Imron: 110
mengindikasiakan perlunya satu kelompok, perkumpulan atau organisasi yang
mengemban misi kekhalifahan. Yang mana, kerja kolektif menjadi prioritas dalam
mengemban misi tersebut untuk menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran
dalam rangka beriman kepada Allah SWT. Sifat dari amar ma’ruf nahi munkar ini
bersifat perennial untuk menjaga dinamisasi dalam cosmos. Sebab, tanpa adanya
upaya tersebut kehidupan makhluk di dunia akan mengalami kehancuran.
Semangat surat Ali-Imron:110 tersebut menjadi
landasan DPD IMM DIY untuk menggagas Grand Design Pengkaderan berbasis
kenabian. Insya Allah, konsep ini akan dijadikan sebagai rujukan kader dalam
melaksanakan setiap kegiatan pengkaderan di Yogyakarta. Dimana tujuannya
diarahkan pada terbentuknya kader yang memiliki kompetensi sebagai khalifah
Allah di bumi.
2.
Surat Al Alaq:1-5
Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhan
yang menciptakan, dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah
dan Tuhanmu yang paling pemurah, yang telah mengajarkan manusia dengan
perantara kalam, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui.” (QS. Al
Alaq:1-5). Surat Al Alaq merupakan 5 ayat pertama yang turun kepada Nabi
Muhammad SAW dengan perintah untuk membaca. Membaca disini merupakan hal
pertama yang dikenalkan Tuhan kepada manusia. Membaca dalam ayat tersebut
memiliki arti yang luas. Disamping perintah untuk membaca ayat-ayat Qouliyah,
membaca disitu juga dimaksudkan untuk mengamati ayat-ayat kauniyah yakni alam dan
segala isinya. Dengan membaca tanda-tanda (Qur’an, alam dan manusia
sendiri) diharapkan manusia dapat mengenal dan menghayati eksistensi
Tuhannya. Membaca merupakan sarana pembelajaran manusia untuk dapat
mendalami kualitas dirinya sehingga ia dapat menjaga perannya sebagai khalifah
di bumi. Anjuran membaca yang tertuang dalam kata iqro’ bersifat edukatif. Yang
mana pendidikan menjadi anjuran utama dalam membentuk kesempurnaan diri. Adapun
kalimat bis ismi robbikal lazii kholak menuai makna trasendensi yang
menjadi penopang segala aktifitas makhluk. Pendidikan dengan aktifitas
membacanya merupakan hal penting bagi umat manusia dalam melakukan aktivisme
sejarah. Nilai Trasendental dari ayat ini sekaligus menjadi potensi intelektual
manusia.
3.
Surat Al Ama’un:
1-7
Artinya: “Tahukah kamu orang yang mendustakan
agama, itulah orang-orang yang telah menghardik anak yatim, dan tidak
menganjurkan memberi makan orang miskin, maka celakalah bagi orang yang sholat,
nyaitu orang yang lalai dari sholatnya, orang yang telah berbuat riya, dan
enggan menolong dengan barang yang berguna.” (QS. Al Maa’un:1-7)
Surat Al mau’un dalam pengurainnya merupakan
semangat yang dibawa oleh agama Islam sebagai praksis sosial di tengah arus
peradaban manusia. Dalam surat ini Allah menyebutkan secara spesifik salah satu
ciri orang yang mendustakan agama. Yakni yang menghardik anak yatim dan tidak
memberi makan orang miskin. Dimana ayat itu mempertegas muatan sosial di dalam
kandungan Islam.
Penyebutan kata sholat pada kebanyakan ayat-ayat
al-Qur’an selalu dilekatkan dengan kata aqoma atau qooma dalam berbagai
berbentuknya yang berarti menegakkan, mendirikan, melaksanakan atau
mengerjakan. Dalam surat al-Maa’uun ayat 4 kata sholat tidak dikaitkan dengan
kata tersebut, apakah dalam ayat atau pun dalam surat al-Maa’uun secara
keseluruhan. Menurut beberapa ahli tafsir ada maksud tertentu kenapa kata
sholat tidak bertemu kata dengan aqoma atau qooma pada ayat tersebut. Quraish
Shihab dalam tafsir al-Misbah mengatakan; dikaitkannya kata qooma dengan sholat
dalam beberapa ayat al-Qur’an menunjukkan pada makna sholat secara kuantitatif
yakni sebagai ritual agama. Sedangkan kata sholat dalam surat al-Maa’uun
mengindikasikan pada arti sholat secara kualitatif.
Maksud dari arti sholat secara kualitatif
adalah fungsi sholat sebagai transformasi sosial. Dimana sifat sholat sebagai
pencegah perbuatan keji dan munkar harus benar-benar diimplementasikan dalam
kehidupan nyata. Sehingga setiap upaya kejahatan sistematis yang menindas kaum
mustadh’afiin dapat terelakkan. Hal ini yang menjadikan transendensi sebagai
bagian yang menjiwai humanisasi dan liberasi. Kesadaran yang dibangun dalam
ayat ini adalah teologi sebagai praksis sosial dalam melakukan transformasi
peradaban umat.
Surat ini jugalah menjadi pedoman KH. Ahmad
Dahlan dengan lembaga yang didirikannya Muhammadiyah. Ada kisah menarik ketika
sang kyai mengajarkan surat ini. Ceritanya beliau mengajarkan surat ini
berulang-ulang kepada muridnya. Suatu saat muridnya menanyakan; “kenapa setiap
hari kami belajar surat ini saja sedangkan masih banyak surat yang lain? Ia
menjawab, tujuan surat ini adalah amal, maka sebelum mengamalkan apa yang
diperintahkan oleh surat, selama itu beliau tidak akan berhenti
mengajarkannya.”
B.
Intelektual
Profetik (IP)
1.
Intelektual
Alkisah Tancha seorang ilmuan dan tabib dari
kerajaan Majapahit. Ia mengabdi kepada kekuasaan, bersembunyi dibalik jubah
kekuasaan dengan ilmu di tangannya. Dengan ilmunya, Tancha justru telah
merintangi orang untuk mendekatkan dirinya dengan masyarakat tempat dia hidup.
Pengetahuan di tangan Tancha hanya menjadi alat untuk mengejar gairah duniawi
kekuasaan ataupun status sosial. Menurut Benda dalam bukunya Penghianatan Kaum
Cendikiawan bahwa yang dilakukan Tancha sesungguhnya telah mengkhianati
fungsinya sebagai cendekiawan. Ia tidak dapat bersikap kritis tetapi telah
menjadi penganut kekuasaan. Seharusnya cendikiawan membawa manusia pada
pemahaman yang dalam terhadap penderitaan batin masyarakat. Kecendikiaan hadir
dalam penghayatan penderitaan manusia atas penderitaan lainnya. Tetapi itu saja
belum cukup bila tidak bergerak untuk kerja-kerja penyadaran dan mengarahkan
tujuan dan cita-cita mereka. Bagi kuntowijoyo cendikiawan bukanlah sosok yang
berjalan diatas mega, pemikirannya melangit, tinggal dimenara gading, tetapi
cendikiawan adalah pemikir yang tidak tercerabut dari akar-akar
sosialnya, yang menginjakan kaki dibumi dan memiliki kesadaran akan tanggung
jawab sosial untuk memusnakah kejahatan, kepedulian terhadap kaum dhu’afa,
orang lemah, membela kaum mustad’afin, tertindas, orang yang dilemahkan oleh
struktur kekuasaan yang dholim atau dipinggirjkan oleh sistem ekonomi yang
tidak adil. Ali Syatiati menyebutnya dengan raushanfikr orang yang mampu
memunculkan tanggiungjawab dan kesadaran dalam dirinya , serta memberi arah
intelektual ke masyarakat. Tujuan dan tanggung jawab utamanya adalah untuk
membangkitkan karunia Tuhan yang mulia menyatu dengan kesadaran dirimelakukan
transformasi sosial bersama masyarakat. Lontaran apa yang dilakukan oleh kaum
cendikiawan menurut Mulim Abdurrahman dalam bukunya Islam Transformatif adalah
membangun suatu gerakan-gerakan yang setia terhadap nilai-nilai luhur untuk
membangun sejarah kemanusiaan dalam rangka membangkitkan karunia Tuhan dalam
bumi. Seorang cendidkiawan merupakan penafsir jalan hidup manusia selalu
melaklukan transformasi terhadap tradisi yang ada. Cendikiawan pada dasarnya
ada pekerja-pekerja budaya yang selalu berupaya agar kebudayaan berkemabang
menjadi suatu yang lebih beradab, sesuai dengan tuntunan zaman berdasarkan
nilai-nilai Ilahi. Pangkal atau titik tolak cendikiawan kegeliahan dan
keprihatinan intelektual yang didasari kesadran nilai-nilai agama. Kesadaran
tersebut merupakan selaras dengan keprihatinan yang dimiliki oleh para nabi,
mujtahid, yang mempertanyakan keharusan teologis yang terpantul dalam realitas
sosial.
2.
Profetik
Asal dari kata profetik berasal dari kata
prophet yang berarti nabi. Kata profetik juga menjadi icon dalam perjuangan
pembebasan yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan Amerika Latin. Filosof
muslim M. Iqbal (turut mempengaruhi pemikiran seorang pengagas ilmu
sosial profetik Indonesia Kuntowijoyo selain Roger Goraudy) pernah mengatakan;
mengutip dari perkataan Abdul Quddus seorang mistikus Islam dari Ganggah
“Muhammad dari jazirah Arab ke Mi’raj, ke langit yang setinggi-tingginya dan
kembali. Demi Allah aku bersumpah, jika sekiranya aku sampai mencapai titik
itu, pastilah sekali-kali aku tidak akan kembali lagi ke bumi.” Dari
ungkapannya, kelihatannya Sang mistikus tidak memiliki sense sosial, baginya
keasyikan dan keterlenaan dalam pengalaman mistik adalah tujuan, sehingga ia
tidak hendak kembali melihat realitas dan menghadapi kenyataan. Nabi adalah
seorang manusia pilihan yang sadar sepenuhnya dengan tanggung jawab sosial. Ia
bekerja kembali dalam lintasan waktu sejarah, hidup dengan realitas sosial kemanusian
dan melakukan kerja-kerja transforamsi sosial. Seorang nabi datang dengan
membawa cita-cita perubahan dan semangat revolusioner. Roger Garaudy
dalam bukunya Janji-Janji Islam mengatakan menurutnya filsafat barat tidak
memuaskan dikarenakan hanya terombang-ambing antara dua kutub idealisme dan
materialisme tanpa kesudahan. Menurutnya filsafat barat justru telah membunuh
Tuhan dan manusia, karena itu ia menganjurkan untuk memakai filsafat kenabian
dalam rangka menghindari kehancuran peradaban.
3.
Intelektual
profetik (IP)
Istilah intelektual profetik dimaksudkan
sebagai mereka yang memiliki kesadaran akan diri, alam dan Tuhan yang
menisbatkan semua potensi yang dimiliki sebagai pengabdian untuk kemanusiaan
dengan melakukan humanisasi, liberasi, dijiwai dengan transendensi di semua
dimensi kehidupan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
C.
Sejarah Intelektual
Profetik
Dalam sosiologi pengetahuan disebutkan bahwa
pengetahuan dilahirkan tidak lepas dari konteks kelahirannya, konteks kelahiran
tersebut tertuang dalam sejarah dan mempengaruhi munculnya gagasan. Begitu juga
dengan istilah Intelektual Profetik merupakan satu istilah yang lahir bukan
hanya kebetulan saja, tetapi memerlukan proses panjang dari pergulatan wacana
di tubuh IMM DIY. Gagasan Intelektual profetik lahir diawali dari pembacaan
terhadap realitas dunia yang sangat mengkhawatirkan. Dimana berbagai tipologi
intelektual belakang ini justru semakin menjerumuskan manusia ke dalam jurang
materialisme yang tidak berkesudahan sedangkan masyarakat bersifat berbudaya
instan dan pragmatism. Globalisasi yang diiringi dengan kemajuan teknologi
telah melahirkan kejahatan teknologi yang menyebabkan dehumanisasi. Kebudayaan
pragmatis tersebut masuk dalam relung kehidupan sebagai gambaran pengusaha
dalam menjalankan menegement suatau perusahaannya. Ia akan menganggap manusia
seperti mesin yang harus bekerja sesuai target tidak mempertimbangkan sisi
dimensi manusia yang lain. Globalisasi dari konteks kelahirnya merupakan
perpanjangan tangan dari kapitalisme dengan sistem neoliberalisme yang segala
sesuatunya dalam kebijakan harus sesuai dengan hukum pasar. Globalisasi
merupakan alat yang digunakan oleh barat dalam rangka melakukan penjajahan dari
negara-negara yang berkembang. Negara berkembang disini hanya dijadikan sebagai
tempat penjualan dan menjadikan pemerintah menjdi buruh dinegeri sendiri.
Kemajuan teknologi yang menjadikan manusia bersikap serakah dan selalu merasa
kekuaran dalam fasilitas hidupnya, kita dapat melihat kejahatan yang dilakukan
oleh teknologi yang berdampak pada kerusakan alam dan hilangnya sistem ekologi
dari alam yang tersusun rapi. Sekarang ini sering didengar bahwa bencana
melanda negara Indonesia akibat sikap yang tidak arif terhadap alam seperti
kekeringan dan bencana banjir.
Dari berbagai segudang permasalahan ini yang
menyebabkan terjadinya ini semuanya adalah manusia yang tidak menyadari
keberadaanya. Dalam realitas sekarang masalah yang besar adalah peristiwa
dehumanisasi yang melanda berbagai belahan dunia yang diakibatkan sistem makro
yang membelenggunya. Sistem makro yang telah dibuat manusia telah menjadi
sangkar besi rasionalism yang menjadikan dehumanisasi pada manusia, alam, dan
masyarakat. Dari realitas sekarang yang menindas, maka IMM menggali dri dalam
rangka menemukan pemecahan terhadap berbagai persolan tersebut. Potret
realitas maka menjadi pilihan yang mutlak dalam rangka melakukan transformasi
sosial. Tranformasi sosial itu yang ter-ilhami dari surat Al Imran ayat 110
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Tuhan” (QS. Al
Imran:110). Pesan yang terkandung dari ayat tersebut memberikan semangat etika
profetik sebagai sarana transformasi sosial, sebagaimana keterlibatan manusia
dalam sejarah dan untuk merubah sejarah yang menindas menjadi masyarakat yang
berkeadilan tanpa penindasan.
Istilah intelektual profetik teman-teman IMM
terpengaruh oleh berbagai macam tokoh yang konsens dalam pengkajian yang
bersifat transformasi sosial. Tokoh muslim yang sangat mempengaruhi adalah
Kuntowijoyo tentang gagasan etika profetiknya. Sedangkan tokoh muslim yang lain
sangat mempengaruhi adalah ‘Ali Syariati, M. Iqbal, Roger Garaudy, Mansour
Fakih, Muslim Abdurrahman, Hasan Hanafi, Farid Essack, Ali Asghar E, dan tokoh
yang lain yang mengembangkan wacana bersifat praksis. Sedangkan untuk tokoh
yang berasal dari barat Karl Max, GFW. Hegel, Jurgen Habermas, Antonio Gramci,
Ardorno, Herbert Marcus, Paule Freire dan tokoh yang lain yang bersifat
transformasi sosial. Tokoh-tokoh tersebut yang menjadikan ispirasi terhjadap
melihat realitas dan bagaimana cara mengubah realias sehingga sesuai dengan
cita-cita profetik.
D.
Kenapa Intelek
Profetik
Pilihan sadar dari teman-teman IMM DIY
memunculkan istilah Intelektual Profetik secara sosiologis terbagi menjadi tiga
macam. Pertama merupakan respon terdap realitas makro yang menyebabkan
dehumanisasi. Kedua respon terdapat diri (internal) IMM yang membutuhkan
paradigma gerakan dalam rangka melihat realitas sosial. Ketiga adalah respon
dari Muhammadiyah yang sering terjebak pada amal usaha sehingga menafikan
sejarah Muhmmadiyah lahir. Muhammadiyah terjebak dalam ritualitas, birokratis,
pragmatis sehingga Muhammadiyah menjadi sangkar besi rasionalisme. Dari ketiga
persolan tersebut menjadikan pilihan yang sadar dilakukan oleh IMM dalam rangka
melakukan trasformasi sosial. Semangat trasformasi yang dilakukan oleh
IMM didasari nilai-nilai trasendensi yang bergerak dalam ranah humanisasi, dan
liberasi dalam masyarakat demi terciptanya masyarakat yang berkeadilan.
Pilihan Intektual Profetik dalam ikatan merupakan pilihan sadar
pengembangan dari dialektika realias, realitas makro dan realitas lokal.
a.
Realitas Diri
atau Ikatan.
Realitas diri merupakan upaya yang penting
dalam menuntukan sikap dan tindakan yang akan dilakukan. Sebagaimana yang
melekat pada manusia sebagai animal rational maka tindakan yang
diolakukan berdasarkan pemikiran yang matang dan melalui pertimbangan untuk
memutuskan. Begitupula, realitas kader yang menisbatkan diri sebagai
Intelektual Profetik merupakan pilihan yang sadar dalam menyikapi diri, sebagai
mahluk Tuhan, sebagai manusia yang berdimensi sosial, diri sebagai mahluk yang
berfikir, diri sebagai mahluk biologis dan diri sebagai khalifah dimuka bumi
penggati Tuhan dalam mensejahterahkan alam dalam rangka mengabdikan diri
terhadap Tuhan. Dalam realitas diri ini merupakan dialektika dengan agama
dimana dalam pehaman agama bersifat inklusif, toleran dan bersifat praxis dalam
rangka melakukan transformasi sosial. Pemahaman keagamaan ini merupakan pilihan
sadar setelah dilaektika diri dengan agama, serta ilmu sosial yang bersifat
liberatif untuk mencoba membantu dalam memahami ajaran agama. Realitas diri
dalam memahami ajaran agama yang menjadikan inspirasi tentang tafsiran
Kuntowijoyo dalam melakukan interpretasi terhadap surat Al Imron ayat 110.
Makna yang dapat dipetik dalam surat tersebut adalah; pertama konsep
umat terbaik, kedua aktivisme sejarah (kesadaran sejarah), ketiga pentingnya
kesadaran, keempat etika profetik.
Konsep tentang umat yang terbaik (the chosen
people) merupakan hal yang penting. Sebagai syarat umat Islam menjadi umat yang
terbaik adalah mengerjakan amar al-ma’ruf, nahi al-munkar, dan tu’minuna bi
allah. Berbeda juga dengan konsep the chosen people agama Yahudi yang menjadi
menjadi mandat kosong yang menyebabkan rasialisme sedangkan untuk konsep Islam
merupakan tantangan untuk kerja keras, kearah aktivisme sejarah. Aktivisme
sejarah dalam agama Islam adalah agama amal. Maka bekerja keras ditengah-tengah
umat manusia (ukhrijat li an-nas) dan agama Islam memiliki kesadaran sejarah
dan berupaya merubah sejarah atau keterlibatan dalam sejarah. Kesadaran yang
berada dalam Islam adalah kesadran nilai-nilai Ilahiah dalam sejarah. Kesadaran
yang dimiliki Islam kesadaran super struktur menentukan struktur yang
berlawanan dengan kaum marxis bahwa super struktur ditentukan oleh
struktur. Tetapi kesadaran yang dimiliki Islam yang membedakan dengan etika
matrialism karena yang menentukan kesadaran bukan individu tetapi Tuhan. Etika
profetik baerlaku secara umum tetapi sesuai dan melaksanakan ayat tersebut yang
memberikan perintah untuk amar al ma’ruf (humanisasi), nahi al-munkar
(liberasi) dan tu’minuna bi allah (trasendensi).
Ajaran agama yang diajarkan kepada pemeluknya
merupakan ajaran yang kurang sesuai dengan realitas dikarenakan lebih bersifat
dimensi Ilahiah kurang menamkan dimensi sosial. Pelaksanaan ajaran agama
sebagai gamabaran dalam ajaran agama Islam perintah ke Tuhan memililiki dimensi
sosial sebagai contoh sholat, zakat, dan puasa. Sebagaimana dikemukakan
oleh M. Iqbal dalam bukunya The Reconstruction of Religious Thought in
Islam, sholat yang dicapai secara sempurna adalah berjamaah, dan semua
semangat sholat sejatinya adalah sosial. Begitupula dengan nilai ibadah zakat
dan puasa merupakan lebih kental dalam nilai kemanusian. Sebagaimana yang
diutarakan oleh Kuntowijoyo dalam bukunya Identitas Politik Umat Islam yang
mencoba melakukan objektifikasi terhadap ayat yang berada dalam al Qur’an
seperti persoalan zakat. Zakat yang nilai ibadahnya diberikan kepada orang lain
tidak mampu yang seagama itu masih bersifat subjektif maka makna zakat harus
diobjektifkan agar dapat diterima oleh siapa saja. Maka Kunto menawarkan
persolan zakat untuk mengatasi kemiskinan dan yang menerima zakat siapa saja
yang membutuhkan bukan hanya seagama, dengan demikian menjadikan ajaran agama
bersifat objektif. Dengan semangat yang mencoba menggali nilai-nilai agama,
maka diharapkan agama dapat bersifat liberatif dan mencerahkan dalam melakukan
transformasi sosial. Dialektika diri agama serta alam yang mejadikan sikap diri
dengan alam merupakan subjek yang kedudukannya sama dengan manusia dalam
mengabdikan diri terhadap Tuhan. Alam yang selama ini dianggap objek oleh
manusia menjadikan manusia bersifat eksploitatif terhadap alam.
Begitupula, dengan diri atapun ikatan yang
mencoba menisbatkan diri dengan sadar menggunakan istilah intelektual Profetik
merupakan tugas yang berat dalam mewujudkan cita-cita menjadi suatu kenyataan dalam
rangka menciptakan meminjam istilah Glen Fredly “surga dibumi”. Dialektika diri
dengan agama menjadikan semangat pembebasan yang bersifat dari yang tuhan-tuhan
kepada Tuhan yang Esa dan bersifat sosial kemasyarakat. Dialektika
tersebut, menjadikan posisi agama dalam diri kader yang menjelama menjadi
kesadaran kolektif dalam ikatan menjadikan suatau gerakan transformasi sosial
dalam mewujudkan masyarakat yang berkeadilan yang dilakukan oleh IMM.
Dari pelaksanaan agam ini, menjadikan Islam yang tertuang dalam teks dapat
disuarakan dalam menjawab dan merespon realitas sehingga Islam dapat menjadi
rahmat yang dapat diterima oleh siapa saja dan universal dalam ajarannya.
b.
Realitas Makro
Realitas makro merupakan suatu hal yang penting
dalam melakukan pemetaan terhadap realitas, dan apa yang akan dilakukan setelah
mengetahui realitas makro tersebut. Sebagaimana semangat yang diemban oleh
intelektual profetik adalah aktivisme sejarah bukan detisministik dalam
sejarah. Aktivisme dalam sejarah ini menjadikan kita berupaya melakukan
perubahan terhadap sejarah sehingga berpihak kepada kemanusiaan dan tidak
digunakan oleh kepentingan kekuasaan sehingga dapat menina bobokan masyarakat
sehingga masyarakat tidak dapat bersikap kritis terhadap suatau persoalan.
Dalam realitas makro sekarang merupakan
skenario global dari dunia modern untuk menjajah secara multi dimensi kepada
negara-negara miskin. Penjajahan yang dilakukan oleh dunia modern dengan
menggunakan perangkap globalisasi dengan cara perdagangan bebas yang dikampanyekan
oleh lembaga keuangan internasional. Perangkap yang digunakan untuk negara
berkembang dengan menggunakan istilah developmentalisme yang diterapkan
oleh negara Indonesia Dengan menggunakan istilah pembangunan. Seperti yang
telah dikemukakan oleh Mansour Fakih dalam bukunya Runtuhnya teori
Pembangunan dan Globalisasi bahwa pembangunan yang selama ini
diterapkan menggunakan sistem pembangunan yang tersusun secara sistematis
membawa ke perekonomian bangsa ini dibawa ke perekonomian liberal. Dana pembangunan
yang digunakan oleh pemerintah Indonesia adalah menggunakan dana pinjaman luar
negeri yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, IMF dan yang lain. Pinjaman tersebut
yang diberikan oleh lembaga keuangan internasional ini menjadikan kebijakan
pemerintah terpengaruh oleh kebijakan lembaga keuangan internasional.
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah ini menjadikan dalam keputusannya tidak
berpihak pada kepentingan keadilan tetapi untuk kepentingan pemodal. Seperti
kebijakan yang dikeluarkan oleh negara melakukan privatisasi perusaan negara
yang bermanfaat untuk publik di jual kepada negara yang maju.
Kemudian yang menjadikan suatu persoalan dengan
tumbuhnya investasi dengan modal asing ini perusahaan-perusahaan raksasa milik
asing beroprasi di negara dan rakyat menjadi buruh dalam perusahaan tersebut.
Buruh diberlakukan dengan tidak adil oleh pimpinan dikarenakan yang berhak
menentukan kebijakan suatu perusahaan adalah pemodal sedangkan pemodalnya orang
asing sehingga tidak memihak kepada orang yang termarginalkan.
Pembangunan pabrik-pabrik yang dilakukan oleh negara dengan tidak memperhatikan
lingkungan dan dari pihak perusahaan yang tak memperhatikan dalam pembuangan
limbahnya sehingga dari pembangunan prabrik dan pembuanmgan limbah telah
merusak ekologi. Kerusakan ekologi dilakukan oleh prabrik dengan tidak
memperhatikan standar bahan kimia yang digunakan dan pada saat pembuangan ini
menjadikan lingkungan tercemar oleh racun kimia. Kerusakan alam oleh bahan
kimia ini berdampak besar bagi manusia yang memanfaatkan lingkungan sehingga
yang dilahirkan adalah generasi yang cacat.
Pada bidang pendidikan lembaga pendidikan
negara diprivatisasi sehingga biaya pendidikan mahal dikarenakan tanpa subsidi
oleh pemerintah. Pendidikan yang diajarkan dalam kurikulum sekolah yang
diajarkan tidak mencerdaskan diakarekan siswa yang dididik menggunakan
pendekatan yang konservatif, lemahnya praktek selalu dijejali dengan teori
serta hilangnya transfer nilai dan etika dalam sekolah sehingga yang terjadi
dehumanisasi di lingkungan sekolah. Bangsa dunia ketiga dengan berdirinya
perusahaan asing dan terjadinya perdagangan bebas ini menjadikannya menjadi
negara pasar. Negara pasar ini menjadikan negaranya hanya menjual
produks-produks luar negeri yang dikonsumsi masyarakatnya. Masyarakat
memiliki mental konsumeristik, pragmatis dan budaya instans dikarenakan
ketidaksiapan sumber daya manusia dalam rangka menghadapi persaingan bebas
dikarenakan kejahatan yang terstruktur. Dengan kebijakan pasar bebas ini
menjadikan negara dunia ketiga ini menjadi glandangan di kampung sendiri
(meminjam istilah Cak Nun), budak dalam negara dan negaranya terpecundangkan
oleh kaum kapitalis. Semua cara di lakukan oleh negara maju guna mencukupi
kebutuhan industrinya.
Realitas makro yang diakibatkan oleh
globalisasi yang digulirkan pada negara berkembang ini memiliki dampak yang
sangat besar dimana terjadinya dehumanisasi dan kerusakan alam guna memenuhi
kebutuhan negara maju. Dehumanisasi ini makin banyaknya jumlah kaum miskin baik
diperkotaan atapun di pedesaan, serta banyak lingkungan lam yang rusak
ekologisnya yang dilakukan oleh manusia. Akibat dari globalisasi ini menjadikan
negara dan pemerintah menjadi kaki tangan kepentingan neoliberal yang
mementingkan kaum pemodal.dengan mengetahui reliatas makro melalui globalisasi
ini menjadikan mengetahui berbagai macam persolan yang menjadi tugas yang harus
di emban oleh intelektual profetik dalam melakukan transformasi sosial.
Kesadaran dari Intelektual Profetik adalah untuk merubah sejarah bukan ikut dalam
sejarah.
c.
Realitas Lokal
Realitas lokal ini merupakann berkelindan
dengan realitas makro yang diakibatkan oleh globalisasi. Gamabaran tentang
realitas lokal ini disamping bentuk perlawanan terhadap globalisasi jaga ada
yang rusak di akibatkan oleh globalisasi. Globalisasi yang memasuki relung jiwa
dan menempati tempat yang terngiang dalam waktu ini telah merubah dan kerusakan
alam dalam berbagai daerah. Industri yang masuk dalam daerah pedalaman
menjadikan msayarakat lokal kehilangan eksistensi sehngga mereka melakukan
perlawan terhadap kebijakan yang diambil oleh negara. Realitas lokal merupakan
suatu bentuk kearifan lokal yang dimiliki oleh suatu daerah atapun tempat dalam
menangangi suatu permasalahan tanpa kita berhak menyalahkannya dan
menggunakan cara-cara modern. Seperti misalkan bentuk kearifan lokal yang
dimilki oleh masyarakat pedalaman dalam memelihara hutan dan melakukan
penebangan pohon mereka memiliki ciri khas dengan manusia yang dari luar Dayak.
Bagi masyarakat Dayak dalam sistem pertaniannya menggunakan sistem
berpindah-pindah tetapi tidak penrnah terjadi kebakaran hutan. Kebakaran hutan
terjadi akibat suatu kebijakan pemerintah tentang pembukaan hutan. Kearifan
lokal dalam masyarakat Dayak mereka jika ingin menebang pohon di hutan harus memperoleh
Ilham dan mendapatkan restu dari masyarakat dan meklakukan ritual upacara.
Kearifan lokal juga dimilki oleh suku-suku yang lain pula seperti pada
masyarakat Samin. Pada masyarakat Samin ini ketua suku menganjurkan pada
anggota masyarakat untuk tidak menggunakan produk dari luar dan menolak
pemerintah.
Realitas lokal ini merupakan salah satu bentuk
perlawanan yang dilakukan dalam rangka menyikapi globalisasi dan kebijakan
pemerintah yang tak berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan. Pemaparan realitas
lokal yang melakukan perlawan terhadap globalisasi menjadikan ia sebagai suatau
gerakan sosial yang spesifik dan sesuai dengan keahliaanya dan kepentingannya.
Gerakan sosial yang dilakukan oleh realitas lokal dalam menghadapi globalisasi
merupakan salah satu bentuk gerakan sosial baru. Gerakan sosial baru merupakan
resistensi terhadap globalisasi dengan bentuk perlawanan dengan spesifikasi
seperti gerakan masyarakat adat, gerakan anti utang, gerakan lingkungan dan
yang lain.
d.
Tugas yang di
Emban Oleh Intelektual Profetik
Tugas utama yang diemban oleh seorang
intelektual adalah untuk merubah dunia bukan hanya menginterpretasi dunia.
Sifat intelektual tersebut yang menjadikan ia bersikap aktif dalam sejarah dan
melakukan pembenahan terhadap realitas sosial yang melakukan dehumanisasi dan
eksploitasi terhadap alam. Setiap apa yang dilakukan oleh intelelektual
profetik adalah sesuai dengan maqasid as-syaria’ah yang terdiri dari agama,
jiwa, keturanan, harta akal dan ekologi. Sifat yang dibawa oleh intelektual profetik
adalah agama untuk kemanusiaan dan menjadikan agama pemecahan persolan-persolan
sosial empisis, dalam bidang sosial, ekonomi pengembangan masyarakat,
penyadaran hak-hak politik rakyat dan mengeluarkan belenggu manusia dan
masayarakat dari ketidakadilan. Proses transformasi sosial yang dilakukan
sesuai dengan tiga pilar dalam etika profetik nyaitu; humanisasi, liberasi dan
trasendensi. Pilar dalam etika profetik.
1.
Humanisasi
Humanisasi
merupakan terjemahan yang kreatif dari amal ma’ruf yang memiliki makna
asal menganjurkan atau menegakkan kebaikan. Amar ma’ruf meliki tujuan untuk
meningkatkan dimensi dan potensi positif manusia, yang membawa kembali pada
petunjuk ilahi untuk mencapai keadaan fitrah. Fitrah adalah keadan dimana
manusia memiliki kedudukan sebagai mahluk yang mulia sesuai dengan kodrat
kemanusiaannya atau dengan bahasa mudahnya memanusiakan manusia. Memanusiakan
manusia adalah menghilangkan bebendaan, ketergantungan dan kekerasan, serta
kebencian dari manusia. Humanisme yang ditawarkan adalah humanisme teosentris
bukan humanisme atroposentris seperti barat. Konsep humanisme tidak dapat
dipahami tanpa konsep trasendensi yang menjadi dasarnya. Humanisme yang berasal
dari barat yang dalam sejarahnya merupakan pembrontakan terhadap gereja yang
bersifat dogmatis pada abad pertengahan. Dari atoprosentrisme menjadikan
mansuai yang berkuasa atas dirinya sendiri dan sebagi pusat dunia, serta cukup
dari diri manusia. Akal yang dimiliki oleh manusia menjadi penetu dan bertindak
tidak sesuai dan menyebabkan kerusakan pada alam raya. Dari sifat tersebut
menjadikan mansuia sebagai raja atas manusia yang lain. Dalam sejarah akal yang
etrjadi adalah sejarah kekuasaan dan eksploitasi alam tanpa batas. Hamanisme
atroposentris ini menjadikan manusia telah ‘membunuh Tuhan’ sebagaimana yang
dikatan oleh Francis Bacon dikarenakan pengetahuan bukannya untuk mencarai
kebenaran tetapi untuk mencari kekuatan dan kekuasaan. Humanisme atroposenstris
yang memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia telah terjatuh pada
dehumanisasi. Humanisme teosenris Kunto berangkat dari konsen iman dan amal
sholeh, yang dapat menghindari manusia jatuh pad dehumanisasi. Iman sebagai
konsep teosentrin yang menjadikan Tuhan sebagai konseppengabdian. Amal sebagai
aksi manusia dalam kemanusiaan. Konsep tersebut iman tidak dapat dipisahkan
dengan amal, artinya manusia harus memusatkan diri pada Tuhan dan memiliki
tujuan untuk kepentingan manusia. Humanisme teosentris kemanusia tidak
semata dikur oleh akal tetapi oleh trasendensi. Konsep humanisme yang telah
dilontarkan oleh Kunto dalam ISP merupakan berparadigma fungsional.
2.
Liberasi
Liberasi
merupakan terjemahan dari nahi munkar yang memiliki arti melarang atau mencegah
segala tindakan kejahatan yang merusak. Liberasi memilki arti pembebasan
terhadap yang termarjinalkan. Liberasi yang mengilhami Kunto adalah liberasi
dalam kontek Marxisme, teologi pembebasan Amerika Latin dan liberasi yang
ditawarkan oleh Kunto adalah liberasi dengan disari nilai-nilai
trasendensi.liberasi dalam kerangka profetik untuk membebaskan manusia dari
kekejaman kemiskinan, dominasi struktur, kekerasan dan menolak konservataisme
dalam agama. Liberasi dalam kontek profetik menjadikan agama sebagai
nilai-nilai trasendental yang menjadi alat tranformasi sosial sehingga agama
menjadi ilmu yang objhektif dan faktual. Liberasi bukan hanya dalam
dataranmoralita stetapi dilakukan secara konkreat dalam realiats kemanusiaan.
Kunto menawarkan kontek yang dileberasikan adalah sistem pengetahuan, sistem
sosial, sisten ekonomi dan sistem politik yang membelenggu manusia sehingga ia
dapat mengktualisasikannya dirinya sebagai mahluk yang merdeka dan mulia.
Liberasi dari sistem pengetahuan manusia yang matrialistik dan dominasi
struktur. Kesadaran dari Marxisme adalah kesadaran kelas, kesadaran
deterministik atau materi. Bagi Kunto kesadaran menentukan basis materi.
Liberasi dalam kontek ekonomi adalah menjembatani anatar yang kaya dengan yang
miskin agar tidak terjadi ketimpangan yang jauh.liberasi ekonomi memiliki
tujuab terciptanya ekonomi yang berkeadilan berpihak pad kaum miskin. Liberasi
sistem politik membebaskan sistem politik adari diktator, potoriterianisme, dan
neofeodalisme, haltersebut menjadikan demokrasi dan HAM yang terciptannya
masyarakat yang berkeadilan. Konsep liberasi yang diinginkan oleh Kunto
bercorak marxian atau melakukan liberasi menggunakan kekerasan tak fungsional
dalam memandang realitas sosial.
3.
Transendensi
Trasendensi
merupakan terjemahan dari tu’minuna bi Allah yang berarti beriman kepada Allah.
Gagasan ini merupak yang menjiwai sehingga dalam proses humanisasi dan liberasi
dibelenggu trasendensi. Proses memanusikan manusia dan melakukan proses
pembebasan merupakan sarana dan kembali pada Tuhan. Proses liberasi dan
humanisasi memiliki tujuan akhir dikarenakan Tuhan. Transendi tersebut merupan
respon terhadap ilmu sosial yang selama ini bercorak positivistik menafikan hal
yang berkaitan dengan agama. Proses modernisasi yang dilakukan oleh bangsa
barat yang cenderung menafikan agama menjadikan posisi agama termarginalkan.
Tetapi ekses positif yang ditimbulkan oleh bangsa barat dengan melakukan
modernisasi mencarai alternatif berbagai pemecahan sosial yang menimpa
barat dengan mencarai alternatif pada agama untuk menyelesaikan persoalan
sosial. Trasendensi ketuhanan yang akan menunjung nilai-nilai luhur
kemanuasiaan. Dengan kritik trasendensi kemajuan teknik dapat untuk mengabdi
pada perkembangan manusia dan kemanusiaan bukan kesadaran materialistik.
Pemaknaan trasendensi dalam pemahaman Roger Garaudy; dengan trasendensi
menghilangkan nafsu manusia yang serakah dan nafsu kekuasaan, memiliki
kontinyuitas dan ukuran bersama Tuhan dan manusia, mengakuai keunggulkan norma
mutlak diatas akal manusia. Trasedensi merupakan suatu penerapan yang baru
dalam ilmu sosial, trasendensi menajdikan ilmu sosial yang bercorak agamis dan
berdasarkan nilai-nilai al Qur’an. Kunto menginginkan bahwa al Qur’an sebagai
penurunan teori ia mencontohkan dalam bukunya Sejarah Dinamika Umat Islam
Indonesia, ia menginginkan al Qur’an mebagai grand teory dan ditrunkan menjadi
midle teori dan ditrunkan lagi menjadi aplikatifnya. Oleh karena itu, Kunto
menawarkan al Qur’an menjadi paradigma dalam melihat realitas dengan cara
menjadikan al Qur’an bersifat objektif di terima oleh semua golongan.
Cara yang dilakukan oleh Kunto adalah melakukan objektifikasi terhadap al
Qur’an. Ia memberikan gambaran tentang konsep zakat adalah tujuan utamanya
untuk memberantas kemiskinan, jadi zakat nilai objektif dari zakat adalah
pemerataan ekonomi.
E.
Kompetensi
Dasar Intelektual Profetik
Guna mengemban misi profetik: Humanisasi,
liberasi, dan transendensi IP harus memiliki beberapa kompetensi dasar yang
coba dipilah menjadi tiga basis: basis ideologis, basis pengetahuan
(knowlegde), dan basis skill.
1)
Basis ideologis
a.
Islam sebagai basis nilai, ruh, semangat,
tempat cita-cita disematkan dan sebagai pedoman.
b.
Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan Islam,
salah satu entitas Islam obyektif dan real.
c.
IMM sebagai pilihan gerakan diranah juang
kemahasiswaan.
2)
Basis
knowledge
a.
Tauhid; tauhid bagi IP adalah tauhid sebagai
dasar atau basic empiris untuk melakukan praksis gerakan, tauhid disini
bersifat liberasi dan bersifat humanisasi. Dimana dalam penggunaan tauhid ini
yang etrjadi adalah pencerahan bukannya pembebalan dan revivalism.
b.
Manusia; manusia bagi IP adalah manusia yang
melakukan pola transformasi sosial baik dilakukan pada alam ataupun manusia
yang lain. Sikap kita terhadap manusia adalah melakukan humanisasi dan liberasi
sesuai dengan semangat surat al imran:110. Sikap manusia dengan alam adalah ia
sebagai khalifah yang bertugas memelihara bumi dan menjaga kelestarian
alam yang digunakan sebagai sarana untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
c.
Alam; alam bagi IP adalah sebagai subjek yang
dipandang oleh manusia sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sebagai
sarana pendekatan diri pada Tuhan. Sifat hubungan manusia dengan alam adalah
menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam sehingga alam tidak rusak dan
menimbulkan berbagai malapetaka buat manusia.
d.
Masyarakat; bagi IP adalah masyarakat yang
terdiri dari berbagai macam manusia yang memiliki kesadaran dan berupaya untuk
melakukan perubahan sosial. Kesadaran dalam masyarakat adalah berdasarkan pada
etika profetik yang mengupayakan terciptanan tatanan sosial yang berkeadilan,
tanapa penindasan dan berdasarkan rahmat Ilahi.
e.
Disiplin ilmu kader; disiplin keilmuan kader
merupakan modal bagi IP dalam melakukan transformasi sosial dan diaspora
gerakan disemua dimensi kehidupan sesuai keahliannya.
3)
Basis Skill
a.
Kepemimpinan; kepemimpinan bagi IP adalah
kepemimpinan yang memiliki karakter profetik yang mengupayakan transformasi
sosial yang didasarkan pada praksis gerakan, kepemimpinan yang mampu membela
yang termarginalkan dan menjadikan kedudukannya lebih baik sebagai upaya
terciptanya masyarakat yang diidealkan.
b.
Komunikasi; komunikasi bagi IP adalah sarana
untuk menuampaikan berbagai macam gagasan terkait misi profetik yang diemban.
Komunikasi yang dapat dimengerti oleh yang menerima pesan tanpa kehilangan
subtansinya dan dapat diterima oleh siapa saja. Komunikasi sebagai sarana
pertukaran informasi maka yang inginkan bersifat sesusai dengan etika profetik
yang melakukan tranformasi sosial demi cita-cita yang diidealkan oleh IP.
c.
Life Skill; sangat dibutuhkan agar IP
dapat hidup dimana saja secara mandiri tidak memiliki ketergantungan pada yang
lain. Sikap ini merupakan wujud eksistensi manusia baik ia sendirian ataupun
hidup berkelompok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar